Friday, January 30, 2009

I'll be you mirror

I would like to dedicate this very intellect romantic song lyric to my entire dearest. Thank you.

Ill be your mirror
Reflect what you are, in case you don’t know
Ill be the wind, the rain and the sunset
The light on your door to show that you’re home

When you think the night has seen your mind
That inside you’re twisted and unkind
Let me stand to show that you are blind
Please put down your hands
Cause I see you

I find it hard to believe you don’t know
The beauty that you are
But if you don’t let me be your eyes
A hand in your darkness, so you wont be afraid

When you think the night has seen your mind
That inside you’re twisted and unkind
Let me stand to show that you are blind
Please put down your hands
Cause I see you


I’ll be Your Mirror by The Velvet Underground

Monday, January 19, 2009

Perempuan tuh...

Setelah seharian bergelut dengan hard sell bullshit, akhirnya istirahat makan siang! Waktu yang selalu ditunggu-tunggu. Makan, duduk bermalas-malasan, dan menikmati sedikit rasa kantuk yang tiba-tiba menjadi segar ketika kaget terbangun.
Kemarin malam, kebetulan saya pulang ke rumah, jadi paginya saya dapat membawa bekal makan buatan mamah. sejujurnya masakan mamah tidaklah sehebat itu, tapi ketika mencicipi masakannya, ada perasaan berbeda, saya merasa berada di Rumah. Dan itu cukup bagi saya.
Tapi itu bukan yang akan saya bahas, walaupun nantinya mungkin akan terhubung ke masakan mamah. Jadi ketika saya duduk di bangku ruang makan dan melihat masakan mamah yang menggugah selera, tanpa rasa ragu saya langsung melahap dengan cepat. Tiba-tiba dari belakang saya terdengar suara laki-laki, teman sekerja saya.
”masak sendiri ri?”
”engga, kemaren pulang ke rumah jadi bawa masakan mamah.”
”elu bisa masak ga ri? Ah pasti lu ga bisa masak ya!gila jadi cewek tuh harus bisa masak!tar gimana bisa ngurus anak lu!”
Mendengar kalimat terakhir membuat dada saya sesak, sesak bukan karena saya malu tidak bisa masak, tapi saya marah. Masakan mamah sudah tidak menggugah selera saya! Saya sudah penuh dengan rasa kesal. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menjawab:
”Nanti ketika gue nikah, gue bakal kerja bareng sama suami gue, bukan gue yang selalu di dapur! Emang masak sepenting itu ya dalam pernikahan? kalo iya, elu tau kan yang dijual di toko-toko buku judulnya resep masakan?gue yakin sebulan juga gue uda jago!”
Mungkin ini bukan jawaban tepat sasaran dan telak menghajar opininya, tapi setidaknya berhasil membuat dia merasa tidak enak dan pergi dari hadapan saya. Saya bukan orang yang bisa berpikir cepat dan mengeluarkan jawaban pintar dan membuat orang terdiam berpikir. Rasanya ingin waktu berjalan satu jam lebih lambat, sehingga saya bisa mengatur kata-kata yang lebih pintar dan menonjok telak cara berpikir dia. Tapi sayangnya, semuanya tidak berjalan seperti apa yang kita mau. Apalagi keinginan aneh seperti ini.
Dia mungkin punya hak suara, tapi rasanya hak yang dia miliki ingin saya cabut seketika. Saya baru mengenal dia dengan hitungan hari begitu juga dia sebaliknya, dia tidak pernah berada di posisi perempuan begitu juga saya sebaliknya, jadi apakah pantas kalimat itu dilontarkan?
Semua pasti sudah menebak kemana arah pembicaraan ini, masalah gender yang tidak pernah ada selesainya. Tapi kapan ya masalah ini akan selesai? Kapan cara berpikir seperti ini berubah? Rasanya ingin duduk bareng dengan temen sekerja saya itu dan berbicara. Tapi apakah dengan berbicara itu cukup? ah...lebih baik tanya mamah saja. mungkin masakannya dan perannya sebagai ibu akan menjawab semuanya.



Tuesday, November 11, 2008

having a bad day!


nonton gosip!


arisan!


tetes darah!


terinspirasi dari sebuah berita yang lagi hangat-hangatnya di media massa, tapi udah ga hangat soalnya orangnya yang jadi berita uda ga ada.

Friday, October 17, 2008

Ujung Genteng Final Episode



Pada hari terakhir, kami pergi dengan seorang penduduk lokal yang menemani kami untuk menunjukkan jalan menuju Pantai Batu Belah, Pantai Citepuh dan Ombak Tujuh. Tidak heran disebut dengan Pantai Batu Belah, karena disini banyak sekali terdapat batu koral dengan ukuran besar, seperti biasanya saya disuguhi dengan pemandangan laut yang super biru, ombak besar, dan tidak satu pun manusia terlihat selain kami. Kami melewati pasir yang lebih putih dibandingkan dengan pantai pangumbahan, indah.

Selanjutnya kami mengunjungi Pantai Citepuh, disini banyak sekali terdapat kilang-kilang penangkapan ikan. Dan sekali lagi, hanya kami yang berenang-renang di pantai, tidak terlihat manusia lain di pantai kecuali satu-dua nelayan yang nampak sedang bersantai. Air laut Citepuh terasa sangat dingin dibanding dengan cuaca pantai yang sangat terik. Perlu diwaspadai disini adalah tarikan ombaknya sangat kuat walaupun sama sekali ombaknya bisa dibilang tidak ada apa-apanya dengan pangumbahan...hmmmm aneh... kadang walaupun sudah duduk pinggir pantainya, saya dan teman-teman sering terseret oleh ombak. Pijakan kaki di dalam airnya pun tidak stabil. Kadang menjadi dangkal, kadang malah menjadi dalam sampai kami tidak bisa menggapai pijakannya karena telah berubah ketinggiannya. Menurut saya pantai ini cukup membuat panik bagi orang yang tidak bisa berenang.

Pantai terakhir yang kami kunjungi adalah Ombak Tujuh, perjalanan kami memakan waktu sekitar 1 jam dengan medan jalan yang cukup berat. Disini menuntut sekali keahlian mengendarai motor. Mobil? Jangan berharap, jalannya hanya muat untuk satu motor saja.

Musim kemarau nampak sudah cukup lama melanda wilayah ujung genteng, Ranting semak-semak yang kering menjadi bumerang buat kami. Kaki kami banyak yang baret-baret karena terkena ranting semak-semak yang mengering, untung saya membawa sarung. Saya langsung kenakan menutupi seluruh tubuh saya dan aman dari gesekan semak-semak. Terlihat pandangan iri dari berberapa teman-teman saya...he...

Ombak tujuh memang indah. Batu karang menjadi penahan ombak laut. Menyenangkan melihat ombak besar pecah terkena karang. Entah mengapa dinamakan ombak tujuh, mungkin karena ombaknya yang besar. saya tanya kepada penduduk lokal, nampaknya mereka pun sama bingungnya dengan saya. Sekali lagi lautnya biru kehijauan nampak jernih, ombak pun sedang tenang jadi kami memberanikan diri untuk berenang-renang disana. Hari semakin gelap, kami pun segera pulang, untuk beristirahat sebentar, lalu malam harinya kami berencana mengunjungi konservasi penyu.

Malam harinya, sekitar pukul 10 malam, setelah istirahat dan melahap ikan yang kami beli di pantai citepuh, kami langsung pergi ke konservasi penyu. Kami tidak boleh menyalakan senter, suasana sangat gelap dan tenang. Sementara kami menunggu penyu yang datang, kami duduk-duduk di pantai. Kami beruntung, tidak berapa lama kami melihat seekor penyu selesai bertelur dan pulang kembali ke laut. Semua seperti paparazzi, pengunjung berebutan mengambil foto penyu tersebut, ada yang naek di punggungnya, hey! Sedikit sedih melihat diperlakukan seperti itu. Sedihnya lagi, berberapa teman saya malah membeli telur-telur penyu yang jelas mereka tahu, bahwa binatang itu adalah binatang yang dilindungi karena mulai sedikit jumlahnya. Tapi mereka nampak tidak peduli. Saya sendiri tidak mau membeli karena saya pasti akan malu dengan diri saya sendiri.

Setelah melihat penyu, kami pun memutuskan untuk menikmati langit malam yang cerah. Terlihat ratusan bintang bersinar terang, kami semua terdiam menikmati malam itu. Tidak berberapa lama, saya melihat bintang jatuh! Wah bintang jatuh!untuk bertama kalinya saya melihat bintang jatuh! Karena terpana, saya tidak sempat mengucapkan keinginan saya, yang konon dipercaya apabila melihat bintang jatuh, ucapkan keinginanmu, maka akan keinginan itu akan terkabul.

Liburan yang menyenangkan. Saya berharap bisa kembali ke tempat ini. Musim kemarau sebenarnya adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat ini, pantainya lebih tenang, dan pantai-pantai yang terpencil akan lebih mudah diakses. Selanjutnya pasti saya akan mengunjungi pantai-pantai di indonesia yang tidak kalah indahnya!