Pada hari terakhir, kami pergi dengan seorang penduduk lokal yang menemani kami untuk menunjukkan jalan menuju Pantai Batu Belah, Pantai Citepuh dan Ombak Tujuh. Tidak heran disebut dengan Pantai Batu Belah, karena disini banyak sekali terdapat batu koral dengan ukuran besar, seperti biasanya saya disuguhi dengan pemandangan laut yang super biru, ombak besar, dan tidak satu pun manusia terlihat selain kami. Kami melewati pasir yang lebih putih dibandingkan dengan pantai pangumbahan, indah.
Selanjutnya kami mengunjungi Pantai Citepuh, disini banyak sekali terdapat kilang-kilang penangkapan ikan. Dan sekali lagi, hanya kami yang berenang-renang di pantai, tidak terlihat manusia lain di pantai kecuali satu-dua nelayan yang nampak sedang bersantai. Air laut Citepuh terasa sangat dingin dibanding dengan cuaca pantai yang sangat terik. Perlu diwaspadai disini adalah tarikan ombaknya sangat kuat walaupun sama sekali ombaknya bisa dibilang tidak ada apa-apanya dengan pangumbahan...hmmmm aneh... kadang walaupun sudah duduk pinggir pantainya, saya dan teman-teman sering terseret oleh ombak. Pijakan kaki di dalam airnya pun tidak stabil. Kadang menjadi dangkal, kadang malah menjadi dalam sampai kami tidak bisa menggapai pijakannya karena telah berubah ketinggiannya. Menurut saya pantai ini cukup membuat panik bagi orang yang tidak bisa berenang.
Pantai terakhir yang kami kunjungi adalah Ombak Tujuh, perjalanan kami memakan waktu sekitar 1 jam dengan medan jalan yang cukup berat. Disini menuntut sekali keahlian mengendarai motor. Mobil? Jangan berharap, jalannya hanya muat untuk satu motor saja.
Musim kemarau nampak sudah cukup lama melanda wilayah ujung genteng, Ranting semak-semak yang kering menjadi bumerang buat kami. Kaki kami banyak yang baret-baret karena terkena ranting semak-semak yang mengering, untung saya membawa sarung. Saya langsung kenakan menutupi seluruh tubuh saya dan aman dari gesekan semak-semak. Terlihat pandangan iri dari berberapa teman-teman saya...he...
Ombak tujuh memang indah. Batu karang menjadi penahan ombak laut. Menyenangkan melihat ombak besar pecah terkena karang. Entah mengapa dinamakan ombak tujuh, mungkin karena ombaknya yang besar. saya tanya kepada penduduk lokal, nampaknya mereka pun sama bingungnya dengan saya. Sekali lagi lautnya biru kehijauan nampak jernih, ombak pun sedang tenang jadi kami memberanikan diri untuk berenang-renang disana. Hari semakin gelap, kami pun segera pulang, untuk beristirahat sebentar, lalu malam harinya kami berencana mengunjungi konservasi penyu.
Malam harinya, sekitar pukul 10 malam, setelah istirahat dan melahap ikan yang kami beli di pantai citepuh, kami langsung pergi ke konservasi penyu. Kami tidak boleh menyalakan senter, suasana sangat gelap dan tenang. Sementara kami menunggu penyu yang datang, kami duduk-duduk di pantai. Kami beruntung, tidak berapa lama kami melihat seekor penyu selesai bertelur dan pulang kembali ke laut. Semua seperti paparazzi, pengunjung berebutan mengambil foto penyu tersebut, ada yang naek di punggungnya, hey! Sedikit sedih melihat diperlakukan seperti itu. Sedihnya lagi, berberapa teman saya malah membeli telur-telur penyu yang jelas mereka tahu, bahwa binatang itu adalah binatang yang dilindungi karena mulai sedikit jumlahnya. Tapi mereka nampak tidak peduli. Saya sendiri tidak mau membeli karena saya pasti akan malu dengan diri saya sendiri.
Setelah melihat penyu, kami pun memutuskan untuk menikmati langit malam yang cerah. Terlihat ratusan bintang bersinar terang, kami semua terdiam menikmati malam itu. Tidak berberapa lama, saya melihat bintang jatuh! Wah bintang jatuh!untuk bertama kalinya saya melihat bintang jatuh! Karena terpana, saya tidak sempat mengucapkan keinginan saya, yang konon dipercaya apabila melihat bintang jatuh, ucapkan keinginanmu, maka akan keinginan itu akan terkabul.
Liburan yang menyenangkan. Saya berharap bisa kembali ke tempat ini. Musim kemarau sebenarnya adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat ini, pantainya lebih tenang, dan pantai-pantai yang terpencil akan lebih mudah diakses. Selanjutnya pasti saya akan mengunjungi pantai-pantai di indonesia yang tidak kalah indahnya!
Selanjutnya kami mengunjungi Pantai Citepuh, disini banyak sekali terdapat kilang-kilang penangkapan ikan. Dan sekali lagi, hanya kami yang berenang-renang di pantai, tidak terlihat manusia lain di pantai kecuali satu-dua nelayan yang nampak sedang bersantai. Air laut Citepuh terasa sangat dingin dibanding dengan cuaca pantai yang sangat terik. Perlu diwaspadai disini adalah tarikan ombaknya sangat kuat walaupun sama sekali ombaknya bisa dibilang tidak ada apa-apanya dengan pangumbahan...hmmmm aneh... kadang walaupun sudah duduk pinggir pantainya, saya dan teman-teman sering terseret oleh ombak. Pijakan kaki di dalam airnya pun tidak stabil. Kadang menjadi dangkal, kadang malah menjadi dalam sampai kami tidak bisa menggapai pijakannya karena telah berubah ketinggiannya. Menurut saya pantai ini cukup membuat panik bagi orang yang tidak bisa berenang.
Pantai terakhir yang kami kunjungi adalah Ombak Tujuh, perjalanan kami memakan waktu sekitar 1 jam dengan medan jalan yang cukup berat. Disini menuntut sekali keahlian mengendarai motor. Mobil? Jangan berharap, jalannya hanya muat untuk satu motor saja.
Musim kemarau nampak sudah cukup lama melanda wilayah ujung genteng, Ranting semak-semak yang kering menjadi bumerang buat kami. Kaki kami banyak yang baret-baret karena terkena ranting semak-semak yang mengering, untung saya membawa sarung. Saya langsung kenakan menutupi seluruh tubuh saya dan aman dari gesekan semak-semak. Terlihat pandangan iri dari berberapa teman-teman saya...he...
Ombak tujuh memang indah. Batu karang menjadi penahan ombak laut. Menyenangkan melihat ombak besar pecah terkena karang. Entah mengapa dinamakan ombak tujuh, mungkin karena ombaknya yang besar. saya tanya kepada penduduk lokal, nampaknya mereka pun sama bingungnya dengan saya. Sekali lagi lautnya biru kehijauan nampak jernih, ombak pun sedang tenang jadi kami memberanikan diri untuk berenang-renang disana. Hari semakin gelap, kami pun segera pulang, untuk beristirahat sebentar, lalu malam harinya kami berencana mengunjungi konservasi penyu.
Malam harinya, sekitar pukul 10 malam, setelah istirahat dan melahap ikan yang kami beli di pantai citepuh, kami langsung pergi ke konservasi penyu. Kami tidak boleh menyalakan senter, suasana sangat gelap dan tenang. Sementara kami menunggu penyu yang datang, kami duduk-duduk di pantai. Kami beruntung, tidak berapa lama kami melihat seekor penyu selesai bertelur dan pulang kembali ke laut. Semua seperti paparazzi, pengunjung berebutan mengambil foto penyu tersebut, ada yang naek di punggungnya, hey! Sedikit sedih melihat diperlakukan seperti itu. Sedihnya lagi, berberapa teman saya malah membeli telur-telur penyu yang jelas mereka tahu, bahwa binatang itu adalah binatang yang dilindungi karena mulai sedikit jumlahnya. Tapi mereka nampak tidak peduli. Saya sendiri tidak mau membeli karena saya pasti akan malu dengan diri saya sendiri.
Setelah melihat penyu, kami pun memutuskan untuk menikmati langit malam yang cerah. Terlihat ratusan bintang bersinar terang, kami semua terdiam menikmati malam itu. Tidak berberapa lama, saya melihat bintang jatuh! Wah bintang jatuh!untuk bertama kalinya saya melihat bintang jatuh! Karena terpana, saya tidak sempat mengucapkan keinginan saya, yang konon dipercaya apabila melihat bintang jatuh, ucapkan keinginanmu, maka akan keinginan itu akan terkabul.
Liburan yang menyenangkan. Saya berharap bisa kembali ke tempat ini. Musim kemarau sebenarnya adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat ini, pantainya lebih tenang, dan pantai-pantai yang terpencil akan lebih mudah diakses. Selanjutnya pasti saya akan mengunjungi pantai-pantai di indonesia yang tidak kalah indahnya!
No comments:
Post a Comment